
Strategi Peningkatan Nilai AKIP Melalui Aspek Perencanaan Dengan Metode FMEA
PLANNING & DEVELOPMENT
18
Download FileABSTRAK
Penyelenggaraan
Pembangunan yang dilaksanakan melalui program-program pembangunan di dalam APBD
hendaknya dapat dipertanggungjawaban kepada masyarakat terkait pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya pemerintahan, khususnya terkait dengan penggunaan
anggaran. Kegagalan dalam membelanjakan anggaran di daerah secara efisien dan
efektif akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, baik berupa pertumbuhan
ekonomi maupun kepuasan atas pelayanan public yang diberikan. Pengelolaan
keuangan yang transparan dan akuntabel untuk memastikan bahwa anggaran
pemerintah digunakan dengan efektif dan efisien akan berdampak pada hasil yang
optimal untuk kesejahteraan masyarakat yang tercermin pada tingkat pencapaian
indikator kinerja pemerintah daerah. Dengan menjaga tingkat akuntabilitas
kinerja yang tinggi, instansi pemerintah dapat lebih efektif dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, implementasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) perlu dilaksanakan secara meliputi empat
komponen AKIP yakni perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja
dan evaluasi kinerja internal menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini. Komponen
perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja berkontribusi terhadap 60% bari
bobot nilai AKIP. Pengukuran keempat komponen tersebut mencakup tiga sub
komponen, yakni ketersediaan dengan bobot 20%, kualitas 30% dan pemanfaatan
sebesar 50%.
Pencapaian
nilai AKIP Pemerintah Kabupaten Indramayu selama lima tahun teakhir menunjukkan
pola yang naik pada dua tahun pertama dan menurun pada tiga tahun terakhir
dengan predikat nilai AKIP B (baik). Kondisi ini menujukkan bahwa upaya
peningkatan akuntabilitas belum diintervensi secara sistematis. Diantara empat
komponen AKIP, komponen perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja yang
merupakan urusan perencanaan, memiliki nilai yang masih rendah, sementara
memiliki bobot yang paling besar. Untuk itu upaya peningkatan AKIP melalui
unsur perencanaan merupakan pilihan yang paling logis untuk mempercepat
peningkatan AKIP.
Upaya
peningkatan AKIP tentunya tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi melalui
proses perbaikan pada aspek-aspek yang penting namun belum dilakukan oleh
pemerintah daerah, khususnya pada su komponen kualitas dan pemanfaatan.
Aspek-aspek pada sub komponen tersebut perllu dipetakan dahulu untuk
selanjutnya ditentukan aspek mana saja yang perlu diintervensi dengan segera
dan dengan cara bagaimana. Salah satu metode yang dilakukan untuk menentukan
aspek yang penting untuk dilakukan intervensi adalah dengan menentukan
penilaian potensi-potensi kegagalan yan mungki
terjadi pada tahapan-tahapan kritis dalam perencanaan kinerja dan
pengukuran kinerja. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan jenis
intervensi untuk memperbaiki AKIP adalah dengan menggunakan FMEA (Failure Mode
and Effect Analysis).
Dari
hasil analisis, ditemukan bahwa kelemahan ddan kesalahan-kesalahan yang muncul
pada titik-titik kritis yang perlu dikontrol dan dieliminasi dalam komponen
perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja terutama terkait dengan sub komponen
kualitas dan pemanfaatan.
-
Perencanaan Kinerja
Kegagalan
yang terjadi pada sub komponen kualitas perencanaan kinerja adalah tidak
dilakukannya Crosscutting terhadap indikator kinerja sasaran, sehinggga tidak
dapat dilakukan konvergensi terhadap kebijakan, program dan kegiatan antar
bidang atau urusan dalam mencapai target kinerja. Kegagalan impplementasi ini
beresiko pada ketidaktercapaian target kinerja yang telah ditetapkan.
Adapun
pada sub komponen pemanfaaran perencanaan kinerja, potensi kegagalam berupa kebijakan
dan strategi yang sudah ditetapkan dalam RENSTRA maupun RPJMD seringkali tidak
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan strategis
sektoral maupun di tingkat daerah, khususnya sebagai dasar pengambilan
kebijakan penganggaran. Penentuan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
RKT, seringkali merupakan pengulangan dari kegiatan-kegiatan tahun sebelumnya,
sehingga tidak ada hal baru sebagai tindaklanjut dari kegiatan-kegiatan tahun
sebelumnya. Kondisi ini sangat beresiko terhadap stagnasi pencapaian indikator
program.
-
Komponen Pengukuran Kinerja,
Kualitas
pengukuran kinerja, kegagalan yang terjadi adalah bagaimana data kinerja yang
dikumpulkan belum dimanfaatan untuk mengukur pencapaian kinerja secara berkala
di setiap unit kerja secara berjenjang.
Dalam
hal pemanfaatan pengukuran kinerja, titik kritis yang berpotensi untuk terjadi
kegagalan adalah bahwa hasil pengukuran
kinerja belum dapat dimanfaatkan sebagai faktor penentu tunjangan kinerja,
penyesuaian jabaran structural dan organisasi. Disamping hal itu, penentuan strategi dan pemilihan aktivitas
untuk mencapai target kinerja tidak didasarkan atas hasil pengukuran kinerja
pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan atas analisis potensi-poten kegagalan
tersebut, maka beberapa intervensi yang direkomendasikan untuk perbaikan nilai
AKIP Pemerintah Kabupaten Indramanyu, sehingga mampu mempercepat peningkatan
nilai dengan predikat A, antara lain adalah sebagai berikut :
-
Perangkat daerah melakukan cascading sampai level
sub kegiatan
- Melakukan crosscutting terhadap indikator sasaran
- Penguatan verifikasi dokumen perencanaan dan penganggaran
- Memanfaatkan hasil pengukuran kinerja untuk penyesuaiaan aktivitas dan anggaran serta insentif (reward and punishment)
- Melakuan analisis ketersediaan sumber daya dalam menetapkan target kinerja.
- Meningkatkan kepatuhan terhadap proses penyusunan dokumen perencanaan